Jakarta – liputan.co.id – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mewacanakan perlunya sanksi bagi para peneliti yang dibiayai dengan uang rakyat tapi pekerjaanya diserahkan kepada pihak lain.
Wacana tersebut diapungkan oleh Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para peneliti, membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas-IPTEK), di Gedung DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/8/2017).
“Saya mewacanakan perlunya sanksi bagi para peneliti yang dibiayai oleh APBN namun semua proses penelitian dilakukan oleh orang lain, seperti mahasiswa didiknya,” kata Fahira.
Dalam RDP tersebut, anggota Komite III DPD Abraham Liyanto berharap RUU Sisnas-IPTEK dapat mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga memiliki daya saing di kancah Internasional.
Abraham menilai keberpihakan negara terhadap pengembangan SDM sangat minim. Dibandingkan dengan negara lain ujarnya, kualitas SDM Indonesia jauh tertinggal. “Ini terjadi karena negara lain sudah sejak lama fokus pada pengembangan SDMnya,” ungkap Abraham.
Contohnya kata dia, Korea Selatan dengan Indonesia merdeka pada tahun yang sama hanya berbeda dua hari. “Tapi dalam urusan IPTEK seperti langit dan bumi. Kenapa terjadi?, Karena mulai dari awal kemerdekaan, Korea Selatan sudah fokus dalam pengembangan SDM-nya sementara kita sibuk memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA),” ungkapnya.
Oleh karena itu, Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur itu berharap dengan adanya RUU Sisnas Iptek, dapat dijadikan momentum memperbaiki mekanisme penyediaan data yang valid sehingga berbagai pihak termasuk pemerintah dapat menjalankan program dan kegiatan dengat tepat sasaran.
“Banyak pihak bicara dan bekerja berdasarkan data yang ngasal, tidak valid. Termasuk para pejabat, bicara kepada publik menggunakan data yang ga akurat. Ini kelemahan kita dan harus segera dibangun sistem yang merapikan semua komponen, sehingga kita akan melesat untuk aspek Iptek,” pungkasnya.