Jakarta, liputan.co.id – Ketua Presidium Nasional Jaringan Islam Nusantara (JIN), Razikin Juraid menyatakan, setelah mencermati dengan serius mengikuti perkembangan kerja Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merasa perlu membuat sebuah pernyataan sikap dalam rangka keikutsertaan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan hukum dan undang-undang oleh sebuah lembaga negara.
Dari perkembangan proses penyelidikan yang dilakukan oleh Pansus Angket KPK DPR RI menurut Razikin, telah menyadarkan sebagian masyarakat bahwa di dalam tubuh KPK ada masalah yang harus diperbaiki. “Dan kami sangat mengapresiasi kerja Pansus Angket KPK yang begitu serius menggali dan mencari beberapa fakta dan data tentang problem pokok yang telah akut dalam penangangan korupsi oleh KPK. Ada banyak bukti dan temuan-temuan yang seharusnya diapresiasi oleh masyarakat Indonesia atas kerja Pansus Angket KPK tersebut,” kata Razikin, lewat rilisnya, Kamis (28/9/2017).
Dari beberapa temuan Pansus Angket KPK lanjutnya, banyak kejanggalan yang perlu diperbaiki dalam tubuh KPK. Mekanisme dan cara kerja lembaga itu tidak boleh melanggar hukum dan menabrak norma-norma hukum yang berlaku. Temuan-temuan Pansus Angket KPK tersebut menjadi salah satu bahan evaluasi bagi kita semua agar sebuah lembaga bisa bekerja secara teratur dengan menegakkan hukum tanpa melanggar hukum.
“Perlu kami tegaskan di sini bahwa DPR memiliki kewenangan untuk menyelidiki KPK, karena semua lembaga yang dibiayai oleh anggaran negara harus diawasi, itulah prinsip dari mekanisme check and balances dalam sistem negara hukum yang demokratis,” ujarnya.
Pengawasan itu dilakukan untuk mendalami dan mengevaluasi lembaga tersebut. Karena DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menyerap aspirasi rakyat, telah banyak mendapatkan masukan dari sebagian rakyat Indonesia untuk melakukan penyelidikan terhadap KPK. “Ada banyak kecurigaan masyarakat terhadap KPK yang diawali oleh sikap menutup diri KPK untuk dievaluasi dan diawasi, termasuk ketidakmampuan KPK menjelaskan tentang bentuk tata kelola anggaran, bocornya dokumen rahasia, serta terjadinya konflik internal di dalam KPK. Sikap menutup diri tersebut telah melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik,” ungkap Razikin.
Kecurigaan lain yang akhir-akhir ini muncul katanya, adalah gencarnya ‘Operasi Tangkap Tangan’ (OTT) yang dioperasikan oleh KPK. Operasi itu semakin menunjukkan keberingasannya setelah Pansus Angket KPK dibentuk oleh DPR. Ada dugaan bahwa ini hanyalah untuk mencari simpati dan menutup keburukan-keburukan yang dilakukan oleh KPK selama ini.
Menurut Razikin, penindakan kasus korupsi dengan OTT yang dilakukan oleh KPK telah membuat kegaduhan yang tiada akhir bagi negara ini dan memperpanjang masa transisi negara, yang hampir 20 tahun reformasi ini. “Kalau kita sadari, selain melanggar hukum, OTT itu hanyalah sebuah ‘panggung festival’ untuk mengharapkan riuhnya tepuk tangan. Sementara Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan?,” ujarnya.
Sementara, dalam salah satu ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, batas minimal besaran yang bisa ditangani Rp 1 miliar. Jadi, jelas kata Razikin bahwa OTT yang dilakukan oleh KPK melanggar hukum dan tentu juga melanggar HAM. Bahkan ada dugaan bahwa proses penindakan KPK bersifat tebang pilih, tukar guling kasus, dan melindungi oknum-oknum tertentu.
Beberapa bulan terakhir mencuat isu dugaan korupsi yang dilakukan oleh ketua KPK. “Hal itu telah kami laporkan secara resmi di Kejaksaan Agung. Kami menemukan keterlibatan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam proses tender Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Mengingat saat itu Agus menjabat sebagai Ketua LKPP, kami menduga dengan dokumen dan bukti yang kami miliki, Agus Rahardjo ikut terlibat secara aktif dalam proyek tersebut. Namun KPK menutup mata akan fakta tersebut,” ungkapnya.
Kalaulah nanti kejaksaan Agung sudah mulai menyelidiki kasus ini, dan Ketua KPK dinyatakan bersalah, Razikin menilai ini akan menambah deretan penyimpangan di KPK.
“Yang paling mengagetkan kita semua, menjelang berakhirnya masa kerja Pansus Angket, baru-baru ini, Pansus telah menemukan dugaan keterlibatan Ketua KPK Agus Rahardjo pada saat menjabat sebagai Kepala LKPP dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 19 unit Pakkat Road Maintenance Truck PRMT-C 3200 senilai Rp 36,1 miliar di Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2015. Atas dugaan tindakan Agus tersebut, kerugian negara ditaksir mencapai Rp. 22,4 miliar atau lebih dari 60 persen total nilai proyek sebesar Rp. 36,1 miliar,” imbuhnya.
Berangkat dari pemaparan singkat di atas, maka Jaringan Islam Nusantara menyatakan mendukung sepenuhnya langkah pansus Angket KPK sampai akhir dan apabila penyelidikan belum menemukan hasil akhir karena KPK terus menghindari panggilan Pansus Angket, maka Razikin mengapresiasi DPR RI yang telah memutuskan memperpanjang masa kerja Pansus Angket KPK.
“Meminta kepada Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk mengambil langkah konkrit setelah mempelajari dan menelaah berkas laporan dari Pansus Angket KPK. Dan jika memungkinkan kami meminta Presiden membekukan KPK untuk sementara waktu guna untuk menuntaskan penyelidikan Pansus Angket KPK,” sarannya.
Dengan adanya laporan di Kejaksaan Agung, maka dengan ini Jaringan Islam Nusantara meminta Kejaksaan Agung RI segera mengusut keterlibatan Agus Rahardjo dalam skandal korupsi e-KTP hingga tuntas.
“Kami mendesak Badan Legislasi DPR untuk segera mempersiapakan draft revisi UU KPK supaya kewenangan dan kedudukan KPK yang terlalu lemah itu diperkuat kembali. Jika memungkinkan untuk diambil tindakan lain, maka kami meminta kepada DPR dan Presiden untuk mengkaji lagi keberadaan KPK dan fungsinya,” kata Razikin.
Terakhir dia katakan, demi menegakkan hukum dan keadilan, Jaringan Islam Nusantara meminta Jaksa Agung untuk kembali memproses dan menuntaskan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Novel Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu terhadap pencuri sarang burung walet pada tahun 2014 lalu.
Komentar