Jakarta, liputan.co.id – Ketua Presidium Jaringan Islam Nusantara (JIN), Razikin Juraid membantah tudingan melaporkan Agus Rahardjo ke Kejaksaan Agung upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, dalam pandangan subjektif hukumnya, Agus memang terlibat aktif dalam proyek e-KTP.
“Keterlibatanya itu harus dilihat dari posisinya sebagai kepala LKPP dan pribadi. Sebagai kepala (bedakan kepala dengan ketua) LKPP dapat dilihat dalam Perpres nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” kata Razikin, di Jakarta, Minggu (10/9/2017).
Apakah ia ikut melakukan korupsi? Menurutnya, kata korupsi harus dilihat dalam pasal 3 UU Tipikor. Sebagai orang yang memiliki kewenangan dan kedudukan dalam suatu jabatan untuk tujuan tertentu, memperkaya diri sendiri maupun korporasi.
Ditanya, kenapa tidak menunggu proses di KPK? kata Razikin di KPK ada conflict of interest, juga kejanggalan dalam dakwaan Andi Narogong di mana KPK memulai konstruksi dalam dugaan lelang e-KTP dengan mengatakan LKPP melarang tender dalam satu paket dengan surat 28 Maret 2011. “Padahal surat itu untuk menanggapi permintaan Kemendagri agar diadakan anzwijing/adendum atas pelaksanaan lelang e-KTP. Bukan melarang proyek itu ditender dalam satu paket.
Dia jelaskan, surat larangan tender dalam satu paket itu tanggal 25 Februari 2011 usai lelang diumumkan tanggal 21 Februari dan juga setelah Kemendagri mengirim surat tanggal 24 Februari dan telah diterima oleh LKPP. “Jadi panitia pengadaan waktu itu bingung, kok proyek yang lelangnya sudah dipagari LKPP, BPKP, KPK dan sudah disepakati ditender dalam satu paket, kok tiba-tiba LKPP menyurat dengan isi surat yang diluar dugaan dan itu mencengangkan,” ungkap Razikin.
Pertentangan itu dirapatkan bersama, dan tak ada titik temu. Akhirnya Mendagri Gamawan Fauzi menurut Razikin, menyurat wakil presiden, tembusan Menko Polhukam. “Karena saking pentingnya untuk mengakhiri pertentangan yang dibuat LKPP akhirnya Menko Polhukam juga menguatkan surat Mendagri dengan mengirim surat ke wakil presiden. Setelah masuk surat Mendagri dan Menko Polhukam, wakil presiden perintahkan diadakan rapat di kantor Wapres, dihadiri semua pihak, dipimpin Sofyan Djalil,” ujar Razikin.
Setelah pertentangan ini berakhir dalam rapat di kantor Wapres lanjutnya, semua pihak sepakat lelang dilanjutkan. Saat evaluasi dokumen tahap satu belum diumumkan, tapi sudah diputuskan konsorsium yang masuk dalam evaluasi tahap dua. Agus lebih dulu tahu konsorsium yang lolos tahap dua dan mengatakan bahwa konsorsium yang diinginkan Agus untuk menang akan melakukan sanggahan terhadap keputusan panitia pengadaan itu. “Dan di sini kita heran, sebab menurut Kepres 54/2010 pemenang lelang itu masih rahasia sebelum diumumkan, namun Agus lebih dulu mengetahui akan hal itu,” jelasnya.
Selain itu imbuh Razikin, disela-sela tender evaluasi tahap satu, Agus ingin bertemu empat mata dengan Mendagri, tapi Mendagri menolak bertemu, kecuali ada tim dari kedua belah pihak dan ada notulensi. Tapi Agus tidak mau.
Razikin menduga, dari awal LKPP mulai tidak profesional. Itu terlihat ketika LKPP update data terhadap sistem aplikasi pengadaan barang dan jasa melalui LPSE pada 9 Agustus 2011. Akhirnya yang keluar dalam situs LPSE adalah lelang gagal. Itu mencemari Kemendagri. Bahkan banyak media yang mengutipnya.
Sikap tersebut selain bertentangan dengan asas pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah, menurut Razikin juga menyalahi asas pengadaan yang termaktub dalam pasal 6 Kepres 54 tahun 2010.
“Jadi, intinya yang dilaporkan Agus Rahardjo sebagai Kepala LKPP dan itu bukan upaya pelemahan KPK. Gerak gerik KPK dan para pembelanya yang membabi buta mengingatkan saya pada ajaran Plato tentang alegori gua. Orang-orang yang hidup di dalam gua tersebut merasa diri paling benar. Karena apa pun yang disampaikan orang dari luar pasti dianggap salah dan mereka akan membunuhnya. Begitulah KPK dan para pendukungnya hari-hari ini,” kata Razikin.
Komentar