Jakarta, liputan.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif menyatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah hadir memenuhi panggilan Pansus Angket KPK DPR RI, hingga adanya keputusan hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami mohon maaf, sekarang, besok atau lusa kalau Pansus Angket diperpanjang, kami tidak akan hadir,” kata Laode, dalam rapat Komisi III DPR dengan KPK, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (26/7/2017).
KPK lanjut Laode, menganggap dasar awal mula Pansus Angket KPK itu adalah mempersoalkan proses penegakan hukum sehingga melahirkan Pansus. “Kami anggap itu adalah proses politik, bukan proses yang berkaitan dengan penegakan hukum,” tegasnya.
Selain itu, dia juga mengungkap sikap tersebut diambil KPK setelah meminta pendapat dari banyak orang, yang mayoritas berpendapat bahwa KPK bukan subyek dari pansus Angket KPK.
“Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya pro kontra, kami meminta penafsiran untuk melakukan judicial review di MK. Kalau putusan MK mengatakan bahwa kami adalah termasuk subyek pansus angket, maka kami akan taat. Mungkin sikap kami tidak akan berubah akan begitu terus sampai dengan adanya putusan MK,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR terkait landasan dasar apa yang digunakan KPK dalam melakukan penyadapan, Laode menjawab bahwa dasarnya adalah pasal 12 Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang KPK, yaitu dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf c, KPK berwenang salah satunya adalah melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
Dia tambahkan, KPK tidak akan melakukan penyadapan secara serampangan. Mesin yang digunakan KPK untuk menyadap hanya disetel untuk jangka waktu 30 hari. Lewat dari 30 hari, maka otomatis tidak akan tersadap. Kecuali ada laporan baru yang juga harus mendapat persetujuan dari seluruh Pimpinan KPK.