Jakarta, liputan.co.id – Prinsip dasar pembentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pemicu dan pemberdaya institusi penegak hukum dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan guna menangani tindak pidana korupsi.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR terhadap KPK, Agun Guandjar Sudarsa dalam laporannya di sidang Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (26/9/2019).
“KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari institusi penegak hukum yang ada sebelumnya seperti kepolisian dan kejaksaan,” kata Agun.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar ini menjelaskan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPK dalam memberantasan korupsi adalah sebagai trigger mechanism.
“Fungsi trigger mechanism telah diamanahkan dalam undang-undang. Ini dimaksudkan, KPK tidak akan memonopoli penanganan kasus korupsi. Kehadiran KPK justru diharapkan dapat mendorong kapasitas aparat penegak hukum lain untuk bersama-sama memberantas korupsi,” jelasnya
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002, menyebutkan bahwa peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong, atau sebagai stimulus, agar pemberantasan korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan lebih efektif dan efisien.
Karena itu, Agun mendorong KPK untuk berpedoman pada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. “KPK seharusnya bertanggungjawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR dan BPK,” pungkasnya.