RS Mitra Keluarga Kelideres Diduga Melanggar Dua UU

Ragam84 Dilihat

Jakarta, liputan.co.id – Bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) peserta BPJS meninggal dunia diduga terlambat mendapat penanganan di ruang gawat darurat bayi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dari Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.

Debora meninggal menurut anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka disinyalir karena terlambat dapat pelayanan di PICU lantaran orang tuanya belum melunasi kekurangan uang muka.

“Tindakan rumah sakit tidak segera memasukkan dan merawat pasien di ruang PICU sesuai indikasi medis karena faktor biaya, sehingga menyebabkan pasien meninggal dunia adalah kebijakan tidak manusiawi dan melanggar hukum,” kata Rieke, lewat rilisnya, Selasa (12/9/2017).

Kebijakan rumah sakit tersebut ujar Rieke, diduga melanggar Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 23 Ayat (2), yang menegaskan, “Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.”

Selain itu lanjutnya, Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres dia duga juga melabrak Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 32 Ayat (1) dan (2) dan Pasal 190 ayat 1 dan 2.

“Pasal 32 Ayat (1), “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Pada Ayat (2), “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.

Bahkan lanjutnya, pada Pasal 190 Ayat (1) tertuli, “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Sedangkan Pasal 190 Ayat (2), “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

“Merujuk kasus kematian bayi Debora membuktikan pelayanan kesehatan di rumah sakit masih buruk dan masih banyak rumah sakit nakal, serta belum ada sistem yang baik sehingga dapat memastikan perlindungan pasien,” imbuhnya.

Melihat perkembangan terakhir jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 180.772.917 (data per 1 September 2017), pemerintah ujar Rieke harus lebih serius dan sunguh-sungguh dalam melakukan pengawasan terhadap rumah sakit termasuk rumah sakit swasta.

Sehubungan dengan kasus bayi Debora, Rieke menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Mendesak Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Dinas Kesehatan DKI agar melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus bayi Debora.

2. Mendesak aparat penegak hukum memproses pidana pelanggaran yang dilakukan rumah sakit.

3. BPJS Kesehatan agar memperluas kerja sama dengan rumah sakit swasta.

4. Kementerian Kesehatan agar menertibkan rumah sakit nakal dan menerbitkan peraturan semua rumah sakit termasuk rumah sakit swasta wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan tidak boleh menolak pasien.

Komentar