Jakarta, liputan.co.id – Sidang Parlemen Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan (World Parliamentary Forum on Sustainable Development) di Nusa Dua Bali menghasilkan Bali Declaration dengan 17 kesepakatan yang didasari atas tiga isu utama.
Tiga isu utama itu menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, yakni tentang pembangunan inklusif dan berkeadilan sehingga tidak satu pun yang tertinggal (leave no one behind), pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim (SDGs & Climate Action), serta upaya menjaga perdamaian (Ending Violence, Sustaining Peace).
“Parlemen Dunia menekankan pentingnya perdamaian dalam pembangunan inklusif dan berkeadilan,” kata Fadli, dalam rilisnya, Jumat (8/9/2017).
Tanpa perdamaian lanjutnya, pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai. Karena itu, secara khusus Deklarasi Bali memuat soal penyelesaian krisis kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
“Namun, India tidak sependapat dengan poin deklarasi yang menyangkut Rohingya. Tapi karena sudah masuk dalam Bali Declaration dari 50 parlemen yang hadir, maka penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya tetap disepakati, kecuali India,” ujar Fadli.
Fadli mengatakan, Forum Parlemen Dunia menghargai sikap India. Sebab perbedaan dalam forum merupakan hal yang lumrah dan bagian dari dinamika sebuah forum. Terlebih lagi, dalam sebuah forum parlemen, pasti para delegasi mempunyai sikap masing-masing. “Tentu kita hargai sikap itu, karena pilihan politik atau perspektif setiap negara bisa berbeda dalam memandang masalah,” tegasnya.
Selain India imbuhnya, Parlemen Myanmar yang sebenarnya paling berkepentingan menyelesaikan tragedi kemanusiaan di Rakhine namun absen dalam pertemuan kali ini.
Presiden GOPAC ini menambahkan, Deklarasi Bali akan dibawa sekaligus diadopsi di negara masing-masing, khususnya di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. “Tak sebatas itu, Deklarasi Bali yang dilahirkan dalam World Parliamentary Forum on Sustainable Development akan dibawa dalam Majelis Parlemen ASEAN di Manila, 15 September 2017 mendatang,” imbuhnya.