Jakarta, Liputan.co.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Taufik Kurniawan mendesak Pemerintah menjelaskan manfaat reklamasi Pantai Utara Kota Jakarta, yang menjadi kontroversial terkait perizinan antara Menko Maritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Kita harus adil antara melindungi rakyat dengan melindungi pengusaha. Karena itu pemerintah seharusnya menjelaskan secara arif kepada rakyat terkait nilai manfaat reklamasi Pantai Utara Jakarta agar tidak ada lagi kecurigaan terkait proyek reklamasi itu,” kata Taufik, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Untuk itu Taufik menyarankan Presiden Joko Widodo memfasilitasi pertemuan informal atau konsultasi untuk menemukan solusi antara Menko LBP dengan Gubernur Anies bersamaan terlanjurnya proyek reklamasi tersebut. “Pertemuan itu membahas mulai payung hukum, hingga kepentingan rakyat dan pengusaha demi win-win solution,” usul Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelumnya, Rabu (18/10/2017), penambangan pasir laut di Kabupaten Serang untuk reklamasi Pantai Jakarta diminta dihentikan oleh ratusan nelayan Desa Lontar dan mahasiswa Serang saat unjukrasa di depan Gubernur Banten, Wahidin Halim, menyusul dicabutnya moratorium proyek reklamasi Pantai Jakarta oleh Kemenko Maritim. Tahun lalu (27/4/2016) para nelayan juga resah lantaran tetap berlangsungnya penambangan pasir laut setempat, yang merusak ekosistem, kendati moratorium telah diberlakukan.
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Zaenal Mutaqin, memastikan hilangnya enam pulau di Kepulauan Seribu karena kegiatan reklamasi karena pasir-pasir di pulau-pulau kecil tersebut dimanfaatkan untuk menguruk laut di Pantai Utara Jakarta (4/4/2015).
Ke-6 pulau hilang itu adalah Pulau Ubi Besar seluas 2,7 hektar, Pulau Ubi Kecil seluas 0,3 hektar, Pulau Salak/Nyamuk seluas 2,3 hektar, Pulau Nyamuk Besar seluas 2,5 hektar, Pulau Dakun seluas 0,6 hektar, dan Pulau Anyer Kecil seluas 0,55 hektar.
“Meskipun para pengembang yang terlibat pembangunan reklamasi mencantumkan pasir yang mereka ‘keruk’ berasal dari Serang, Krakatau, dan Bangka dalam analisis dampak lingkungan (Amdal)-nya, kenyataan di lapangan berbeda,” jelasnya.
Komentar