Jakarta, Liputan.co.id – Wakil Ketua MPR RI Mahyudin berharap sektor pendidikan di Indonesia harus diperhatikan lebih serius untuk saat ini dan ke depan. Sebab menurut Mahyudin, riset Bank Dunia menyatakan bahwa pendidikan Indonesia tertinggal 45 tahun dari negara-negara maju.
“Khusus bidang science atau teknologi, Indonesia tertinggal 75 tahun,” kata Mahyudin saat membuka Round Table Discussion Lembaga Pengkajian MPR RI ‘Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Pendidikan Nasional Menurut UUD NRI Tahun 1945’, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Padahal lanjutnya, Indonesia merdeka sudah 72 tahun. “Artinya, kalau kita berupaya mengejar ketertinggalan itu mungkin sangat sulit. Sebab, begitu kita kejar 75 tahun, negara lain sudah melompat 75 tahun ke depan. Inilah perlu solusi-solusi yang tepat,” ujaranya.
Politikus Partai Goljar itu mengutip ucapan Bung Karno di dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, bahwa kemerdekaan itu adalah sebuah jembatan emas menuju cita-cita, yang salah satunya cita-cita bangsa atau tujuan seluruh rakyat dalam bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Ini menjadi tanggung jawab kita semua. Saya sering sampaikan bahwa kalau kita harus dibandingkan zaman dulu sebelum merdeka, tentu dalam konteks kekinian kita sudah lebih lebih pintar secara kualitatif dan kuantitatif. Malah sebenarnya secara kuantitatif kita sudah maju sekali tapi secara kompetitif dengan negara-negara lain, kita cukup tertinggal. Ini yang harus kita selesaikan,” tegasnya.
MPR kata Mahyudin berharap hasil diskusi ini bisa merumuskan sebuah karya, sebuah pemikiran, gagasan untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional Indonesia.
“Saya menemui di lapangan masih banyak daerah-daerah itu yang fasilitas pendidikannya tidak memadai. Masih banyak anak didik karena kemiskinan keluarganya sama sekali tidak memiliki fasilitas atau tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan yang baik dan memadai,” ungkapnya.
Misalnya imbuh dia, tidak memiliki buku, tas, sepatu dan lainnya. Belum lagi soal Ujian Nasional (UN). “Masalah disparitas fasilitas antara Jawa dan luar Jawa juga soal standarisasi mutu pendidikan nasional mesti dikaji dan dipikirkan kembali, dan semua itu terkait dengan anggaran pendidikan nasional 20 persen yang lebih banyak terserap untuk gaji guru bukan untuk fasilitas pendidikan,” imbuhnya.
Terakhir, Mahyudin berharap agar gelar acara tersebut, bisa menjadi inspirasi dan mendorong gagasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, sekaligus mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beriman berkemajuan berkeadaban unggul dan mandiri serta berdaya saing baik dalam kancah nasional, regional bahkan sampai internasional.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin, para guru, dosen, mahasiswa dan pelajar.
Komentar