Jakarta, Liputan.co.id – Wakil Ketua DPR RI menilai dari awal ambisi pembangunan infrastruktur Presiden Joko Widodo, tidak disertai dengan kajian yang mendalam. Sebab, di tengah keterbatasan anggaran dan situasi masyarakat yang ada, diperlukan pendekatan yang dituntun oleh temuan-temuan yang ilmiah sejak awal.
Menurut Fahri, tidak ada yang sederhana dari problematika ekonomi itu. Karenanya dia melihat apa yang dilakukan pemerintah saat ini, yang lebih dominan adalah niat populisme, niat untuk seolah-olah kalau infrastruktur sudah dibangun semua masalah selesai.
“Memang, di satu sisi niat itu mungkin tidak bisa disalahkan, tapi niat itu tidak boleh mengorbankan lainnya, seperti dalam angka-angka yang muncul belakangan ini,” kata Fahri, lewat rilisnya,” Minggu (3/12/2017).
Kalau pemerintah hanya berani membangun infrastruktur dan sebagainya, maka efek-efek lainya itu tidak dipertimbangkan antara lain efek kepada keuangan negara, kepada penyerapan sumber daya manusia lokal, bahkan kepada masa depan infrastruktur itu bisa selesai atau tidak, sebagai konsekuensi ketelibatan asing dalam membangun infrastruktur publik yang menimbulkan utang, subsidi dan lain-lain itu tidak dipikirkan.
“Padahal, tidak ada satu kebijakan ekonomi yang gampang atau semudah membalik telapak tangan, tetapi ekonomi itu adalah satu ilmu pengetahuan yang cara menghitungnya itu sangat logis. Apalagi efek politik ekonominya. Saya kira inilah yang kemudian menyebabkan banyak sekali korban dari pembangunan infrastruktur,” imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.