Jakarta, Liputan.co.id – Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR menggelar simposium “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Pendidikan Nasional Menurut UUD 45”. Acara akan digelar Kamis 7 Desember 2017, Di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta.
Ketua Lemkaji Rully Chairul Azwar menjelaskan acara merupakan kelanjutan dari Round Table Discussion yang telah berlangsung pada 24 Oktober 2017. Simposium akan membahas penerapan pasal-pasal konstitusi yang terkait dengan pendidikan.
Ada lima hal yang menjadi pokok bahasan. Pertama, terkait pasal 31 ayat 1 UUD 45, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pasal ini terkait dengan akses pendidikan yang merupakan hak setiap warga negara.
“Sejauh mana pasal ini sudah terlaksana. Apakah biaya sekolah sudah terjangkau? Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, serta ketersediaan guru dan mutu pendidikan sudah merata di seluruh Tanah Air?,” kata Rully dalam konferensi pers di pelataran Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Kedua lanjutnya, terkait pasal 31 ayat 2: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hal ini terkait dengan penerapan program wajib belajar Sembilan tahun. Setiap warga negara yang berusia 6 tahun sampai 15 tahun harus mengikuti pendidikan dasar 9 tahun atau mulai kelas 1 sampai kelas 9.
“Jangan sampai anak usia 6 sampai 15 tahun keleleran di jalan. Pemerintah punya kewajiban menyekolahkannya,” tegas Rully.
Ketiga, pasal 31 ayat 3: “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
“Pertanyaannya, apakah manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sudah dapat dihasilkan melalui sistem pendidikan saat ini?,” tanya Rully.
Keempat, pasal 31 ayat 4: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja engara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Persoalannya, kata Rully, dari anggaran pendidikan sebesar 20 persen ini, hanya 4 persen atau kurang lebih Rp80 triliun untuk Kementerian Pendidikan. Sebanyak 13 persen atau Rp268,18 triliun (dari APBN tahun 2017) disalurkan untuk dana alokasi umum (DAU) sebagai transfer daerah.
Kelima, pasal 31 ayat 5: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Menurut Rully, anggaran riset Indonesia hanya 0,2 persen dari PDB, sangat kecil dibanding Malaysia (1 persen dari PDB), China (2 persen), dan Korea Selatan (4 persen).
“Simposium ini akan dibuka Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, dan menghadirkan narasumber antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Muh Nuh (mantan Mendikbud), Anwar Arifin, Dwi Aries Tina Palubuhu, dan Soeprapto.
Sedangkan para pembahas antara lain Thomas Suyatno, Dede Rosyada, Subandi Sardjoko, Neng Nurhemah, Syaiful Bakhri, Ace Suryadi, Reni Akbar Hawadi, Ki Suparwanto.
Komentar