Pulihkan Trauma Anak Lewat Terapi Mewarnai

Ragam137 Dilihat

JAKARTA – Seni, tidak hanya terbatas pada ekspresi oleh seniman yang dituangkan dalam hasil karya yang memesona dalam bentuk lukisan atau mewarnai namun dapat juga digunakan sebagai media terapi. Tidak kalah dari teknik lainnya, justru seni mewarnai sebagai terapi memiliki kelebihannya tersendiri.

Sebenarnya penggunaan seni sebagai media terapi sudah mulai berkembang sejak tahun 1930-an di mancanegara. Penggunaannya cukup sering tampil pada penanganan kasus trauma. Seseorang yang pernah mengalami peristiwa traumatik seringkali merasa terguncang jiwanya bahkan jauh setelah peristiwa buruk berlalu.

Metode inilah yang diterapkan di Rumah Amalia. Rumah Amalia sebagai Rumah Belajar, sasaran utamanya adalah memberikan pendampingan dan pemulihan bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya, baik karena meninggal atau berpisah.

Rumah Amalia yang terletak di Kelurahan Sudimara Timur, Kecamatan Cileduk, Kota Tangerang menjadi tempat nyaman dan aman bagi 90 anak yang terdiri dari anak yatim dan anak dari kaum duafa.

Ketua Rumah Amalia, Muhamad Agus Syafii mengatakan bahwa kegiatan mewarnai yang dilakukan Rumah Amalia merupakan terapi untuk mengatasi kasus trauma pada anak-anak.

“Memang anak-anak kita ajak sama-sama untuk mewarnai karena biasanya anak TK (taman Kanak-kanak) sampai kelas 4 tidak bisa bercerita. Dengan mewarnai mereka bisa berekspresi, relaksasi dan menceritakan apa yang mereka rasakan,” jelas Agus saat ditemui usai kegiatan terapi trauma dengan mewarnai di Rumah Amalia, Ciledug, Tangerang, Minggu (17/2).

Pada kasus trauma, anak-anak seringkali sangat sulit untuk menceritakan rincian pengalaman traumatiknya. Ketika bercerita, anak akan menjadi mengingat kembali pengalamannya, dan merasakan seolah pengalaman itu terulang kembali. Penghindaran atau rasa ingin cepat-cepat kabur dari sesi terapi sering terjadi karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan dirinya.

Rasa ngeri, takut, cemas bercampur aduk sehingga menghambat proses terapi. Saat terapi dengan media seni mewarnai sedang berlangsung, seseorang diminta untuk menuangkan pikiran, ingatan, emosi, dan apapun yang sedang dirasakannya ke dalam sebuah terapi seni mewarnai (umumnya melibatkan perlengkapan seperti kertas sebagai alas, cat, pensil warna, krayon sebagai alat gambar).

“Trauma anak dapat dilihat ketika ia menyikapi perbedaan. Anak butuh keberanian, nah mewarnai menjadi suatu hal yang bisa memunculkan keberanian anak mereka bisa memiliki perspektif,” jelas Agus.

Mewarnai, kata Agus menjadi ruang bagi anak untuk bisa mengeksplor potensinya dan bebas mengeluarkan pendapat. Dengan mewarnai, kita bisa mengetahui kepribadian anak-anak.

“Kita bisa tau anak itu introver atau gak. Anak introver mempunyai kecendrungan memakai satu warna saat menggambar. Sementara anak yang normal cenderung memakai banyak warna dan mereka akan ngomong mewarnai itu bagus,” jelas Agus.

Dalam terapi mewarnai lanjut Agus ada tiga tahap yakni pra mewarnai, mewarnai dan pasca mewarnai. Pada tahap pra mewarnai, pendamping akan menjelaskan bahwa mereka menggambar dan mewarnai untuk bisa bercerita, mereka bebas bercerita lewat gambar dan warna. Usai mewarnai, anak-anak diajak untuk menceritakan tentang gambar mereka.

“Anak-anak pasti punya cerita dibalik gambar yang mereka warnai, makanya kita bilang ‘yuk ceritakan gambar kalian’,” imbuh Agus.

Dengan begitu, kata Agus anak-anak diajarkan rasa tanggungjawab terhadap dirinya sendiri. “Jika dia bisa bertanggungjawab pada dirinya sendiri maka kelak ia juga bisa bertanggungjawab pada orang lain dan lingkungannya,” pungkasnya.

Pada saat anak berproses membuat sebuah terapi seni mewarnai dengan penuh kebebasan berekspresi dan juga bebas dari penilaian bagus atau jeleknya karya itu, maka pada saat itulah ia sedang merefleksikan dirinya.

Keseruan menggunakan seni mewarnai dalam proses terapi sesungguhkan merupakan senjata ampuh ketika terapis berhadapan dengan anak-anak, namun seiring berjalannya waktu, ternyata bukan hanya anak yang menikmati seni mewarnai sebagai media terapi, tetapi orang dewasa juga merasakan manfaatnya.

Karakter terapi seni mewarnai menyediakan wadah ekspresi yang bebas, tanpa penghakiman, dapat melibatkan warna-warna ceria, dan mendorong keaktifan koordinasi mata dan gerak anggota badan lainnya menjadikan proses terapi lebih dinamis dan tidak melulu diisi dengan kegiatan berbincang.

Oleh sebab itulah, terapi berbasis seni visual cenderung lebih disukai, sehingga membantu kelancaran proses terapi secara keseluruhan.

Tentu terdapat pertimbangan ketika memilih terapi seni untuk menangani kasus trauma. Terapi seni mewarnai menyediakan wadah untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, pengalaman, tekanan dalam diri, maupun emosi yang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Seni mewarnai sebagai media terapi ini sangat membantu untuk beranjak maju semakin mendekati tujuan terapi dengan kondisi psikologis yang lebih nyaman.

The post Pulihkan Trauma Anak Lewat Terapi Mewarnai appeared first on LIPUTAN.CO.ID.