JAKARTA – Pertumbuhan digitalisasi yang cepat telah memicu pertumbuhan lapangan kerja dan ekonomi di Asia Pasifik, tetapi hanya sebagian kecil dari total populasi yang dapat menikmati manfaat ekonomi digital.
Terlepas dari pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, menurut laporan terbaru Mastercard, jutaan orang masih belum melakukan transaksi melalui internet karena kurangnya akses, ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran elektronik, serta pendidikan dan pelatihan yang tidak memadai.
Laporan dengan judul “The digitalization of commerce in Asia” ini merupakan laporan pertama dari tiga program penelitian Mastercard yang diproduksi oleh Economist Intelligence Unit (EIU) guna mengidentifikasi tantangan dan peluang dari revolusi digital.
Meskipun pengguna smartphone telah tersebar luas di seluruh wilayah Asia,tetapi lebih dari 70% masyarakat yang tinggal di negara berkembang seperti Myanmar, Kamboja, Indonesia, dan Laos tidak dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam ekonomi digital.
Kurangnya keterampilan dan literasi digital telah memarginalkan segmen populasi, seperti populasi yang menua dan yang hidup dibawah garis kemiskinan, serta membatasi potensi pertumbuhan perdagangan digital.
“Ketika infrastruktur digital membuka jalan menuju kemakmuran, hal ini jugaperlu didukung oleh pertumbuhan yang inklusif,” kata Rama Sridhar, Executive Vice President, Digital and Emerging Partnership and New Payment Flows, Asia Pasifik, Mastercard.
Pemerintah di Asia telah mengambil langkah agar menghasilkan peluang ekonomi bagi masyarakat yang dapat mengakses teknologi digital.
“Tantangan yang tersisa adalah bagaimana cara untuk membantu masyarakat yang masih belum memiliki akses internet agar mereka dapat menjadi bagian dalam perluasan ekosistem digital, yang mana dapat meningkatkan peluang hidup, serta meningkatkan penghasilan bagi lebih banyak orang di seluruh lingkungan perkotaan dan pedesaan,” jelas Sridhar.
Dijelaskan Rama laporan ini menyoroti pemerintah dan para pebisnis untuk selalu berkomitmen melanjutkan investasi mereka dalam bidang teknologi dan infrastruktur agar dapat memberikan manfaat perdagangan digital. “Upaya untuk membawa kaum marjinal menuju ekonomi digital harus menjadi prioritas,” katanya.
Hal ini, lanjut Sridhar salah satunya dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan di bidang teknis dan keuangan sehingga konsumen dapat mendorong transformasi dan para pekerja dapat bersaing di dalam dunia kerja yang berbasis kompetensi.
“Pemerintah dan para pebisnis juga dapat memanfaatkan data dan analitik untuk mendapatkan wawasan pasar baru, menciptakan produk dan solusi pembayaran baru, untuk memastikan inklusi keuangan yang lebih besar kedepannya,” terangnya lagi.
Laporan Mastercard ini juga menekankan bahwa para pembuat kebijakan perlu memperluas manfaat perdagangan digital dengan mengambil langkah-langkah untuk menyelaraskan peraturan di wilayah Asia. Meningkatkan infrastruktur digital dan perdagangan lintas batas berpotensi meningkatkan PDB ASEAN sebesar USD1 triliun pada tahun 2025.
“Seiring pergerakan Asia menuju gelombang revolusi digital selanjutnya, sektor publik dan swasta perlu bersatu untuk saling memaksimalkan kekuatan, pengetahuan, sumber daya, dan kemampuan mereka. Hal ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan dari ekosistem digital di wilayah Asia sekaligus memastikan tidak ada yang tertinggal,” kata Sridhar.
The post Peluang Pasar Digital di Asia Pasifik Terus Ditantang oleh Kesenjangan Digital appeared first on LIPUTAN.CO.ID.
Komentar