Kisah Ajasattu dan Pesan Menag dalam Waisak 2563 B.E

Ragam80 Dilihat

Jakarta – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan pada Dharmasanti Trisuci Waisak Nasional 2563 B.E/2019. Kegiatan yang berlangsung di Tenis Indoor Senayan, Sabtu (18/05), ini dihadiri ribuan umat dan tokoh agama Buddha.

“Kemenangan dapat menimbulkan kebencian, ia yang kalah akan berdiam dalam derita. Ia yang tenang akan berdiam dengan bahagia, setelah mampu meninggalkan menang atau kalah,” demikian dituturkan Menag, menyitir sebuah pesan Buddha.

Menurut Menag, pesan bijak itu dilatarbelakangi suatu kisah Ajatasattu, putra Raja Bimbisara dan Ratu Kosaladevi. Karena dihasut oleh Devadatta, Ajasattu akhirnya membunuh ayahnya. Karena kesedihan yang mendalam akhirnya Ratu Kosaladevi juga meninggal dunia.

Raja Pasenadi Kosala saudara Ratu Kosaladevi, lanjut Menag, akhirnya mengobarkan perang terhadap keponakannya, Ajatasattu. Tiga kali Raja Pasenadi berperang, tetapi selalu kalah.

“Karena itu Raja Pasenadi sangat tertekan. Ia meratap bahwa kekalahannya adalah sesuatu yang memalukan. Akhirnya, ia hanya berdiam sepanjang hari merenungkan hingga menemukan pencerahan,” tuturnya.

Kisah tersebut, kata Menag, tertulis dalam Kitab Dhammapada Syair 201. Kisah tersebut dapat menjadi inspirasi bagi semua umat untuk menjauhkan rasa menang dan kalah dari batin, agar dapat diperoleh ketenangan dan kedamaian dalam mengemban amanat yang diberikan.

“Kita tingkatkan semangat kerja untuk berbakti dan mengabdi kepada negeri Indonesia tercinta. Kita bangun kehidupan yang selaras, serasi, dan harmonis,” pesannya.

Menag mengajak umat Buddha untuk meraih keselarasan, keserasian, dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan kejayaan bangsa Indonesia.

Melalui momentum Tri Suci Waisak, dengan berpedoman kepada teladan Buddha, Menag mengingatkan kembali akan pentingnya pemahaman atas kebhinnekaan. Penerimaan atas setiap perbedaan yang ada menjadi sangat penting sebagai fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegera.

“Dengan sikap dapat menerima perbedaan maka bangsa ini akan maju, rakyatnya sejahtera, ramah terhadap sesama, toleran, damai, tidak ada kekerasan, dan sopan santun dalam kehidupannya,” pesan Menag.

Menurut Menag, seluruh warga negara memiliki kebebasan untuk bertindak, tetapi kebebasan itu harus tetap bersandar pada norma dan moral. Kebebasan yang bersandarkan norma dan moral merupakan kultur bangsa Indonesia. Melakukan tindakan buruk kepada teman atau lawan bukanlah solusi tepat untuk meraih simpati.

“Selaku Menteri Agama, dan pribadi, saya mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan dan tokoh-tokoh agama Buddha baik tingkat pusat maupun di daerah, terima kasih terlebih kepada masyarakat Buddha yang tetap rukun, damai dan harmonis. Semoga kondisi itu dapat dipertahankan dan ditingkatkan di masa mendatang,” kata Menag.

“Selamat dan salam bahagia di hari Tri Suci Waisak tahun 2019 ini. Mudah-mudahan kita tetap semangat dalam menciptakan suasana kehidupan nasional yang rukun, damai, dan sejahtera. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan bimbingan dan perlindungan kepada kita sekalian,” tutupnya. (kemenag)

The post Kisah Ajasattu dan Pesan Menag dalam Waisak 2563 B.E appeared first on LIPUTAN.CO.ID.

Komentar