Jakarta – Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 4 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia 714 perlu ditinjau ulang.
Pasalnya, pada Permen ini terdapat pasal yang sangat merugikan nelayan di Indonesia, terkhusus nelayan di Maluku.
“Pada pasal 2 PerMen tersebut menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan pada sebagian wilayah
Pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia 714, yang merupakan daerah pemijahan (breading ground) dan daerah bertelur (spauning ground),” kata Anggota Komisi IV Fraksi Partai Nasdem, Abdullah Tuasikal saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menteri KKP Edhy Prabowo kemarin.
Menurut Tuasikal, pada lampiran peraturan tersebut dijelaskan bahwa ikan yang dilarang untuk ditangkap adalah ikan tuna (Thunnus albacores), dan waktu yang tidak boleh dilakukan penangkapan adalah pada bulan Oktober hingga Desember.
“Ikan yang dilarang untuk ditangkap dan lokasi moratorium adalah daerah penangkapan, dan juga mata pencaharian utama nelayan di Banda Naira,” ucap Tuasikal.
Dijelaskan mantan politisi Partai Golkar ini, dalam penelitian yang dilakukan oleh Wahju tentang hasil tangkapan tuna ini berdasarkan musim mengaku, bahwa hasil tangkapan tertinggi Thunnus albacores terjadi pada bulan Oktober yang mencapai 45.4 ton per harinya.
“Ini yang paling dikhawatirkan oleh nelayan, pada saat hasil tangkapan melimpah, nelayan malah dilarang melakukan penangkapan dan itukan merugikan mereka. Jadi Pak Menteri tolong ditinjau kembali Permennya demi kesejahteraan nelayan di Indonesia, terkhusus Maluku,” tutupnya. (***)
The post Menteri KKP Harus Revisi Permen Soal Lokasi Penangkapan Ikan appeared first on LIPUTAN.CO.ID.