Oleh :
Deny Rochman
Kota Cirebon terus berbenah menuju kota wisata. Selain merapihkan obyek wisata yang sudah ada, juga menyiapkan destinasi wisata yang baru. Terbaru adalah launching kampung seni di daerah Kesultanan Kanoman pada 16 Desember lalu oleh Wakil Walikota Cirebon Dra Hj Eti Herawati. Wisata budaya menjadi salah satu destinasi unggulan bagi Kota Cirebon. Kota yang memiliki keragaman multi budaya.
Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) Kota Cirebon memetakan destinasi wisata di kota ini. Paling tidak ada empat potensi wisata, yaitu wisata budaya, religi, wisata alam serta wisata kuliner dan belanja. Dari empat potensi tersebut, wisata kuliner dan belanja memiliki potensi besar sebagai aset wisata kota ini. Ini bisa terlihat dengan banyaknya menjamur pusat perbelanjaan dan kuliner kota ini yang kian tumbuh beragam. Termasuk penginapan hotel, losmen dan kos-kosan.
Sebagai kota wisata, kota ini sangat strategis lokasinya. Memiliki moda transportasi darat (mobil, kereta api), laut (kapal), dan udara (pesawat). Menjadi akses yang mempermudah menuju kota udang ini. Terbentangnya ruas jalan tol Jakarta hingga Jawa Timur. Bahkan dalam waktu dekat tol Dawuan yang memperpendek Bandung ke Cirebon, akan mendukung Cirebon sebagai kota wisata. Potensi ini harus dimanfaatkan dengan baik bagi Pemerintah Daerah Kota Cirebon bersama pihak terkait dalam mengembangkan destinasi wisata.
WISATA JALAN KAKI
Tak kalah uniknya, jika kota ini mengembangkan wisata jalan kaki. Gerak tubuh sambil menikmati kota tua Cirebon. Khususnya kawasan Lemahwungkuk, sekitar kesultanan Kasepuhan, Kanoman dan Kecirebonan. Bergerak jalan kaki hingga cagar budaya gedung tua eks pabrik rokok B.A.T. Menikmati kawasan bisnis Pecinan, dan sejumlah tempat ibadah. Rute ini menjadi daya tarik bagi jalan santai Wajah Cirebon Baru koran Radar Cirebon belum lama ini digelar. Diikuti sekitar 25 ribu orang, berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat.
Di negara lain, kegiatan jalan kaki sudah menjadi bagian destinasi wisata. Negara-negara terdekat seperti Australia, Singapura, Malaysia misalnya jalan kaki sudah menjadi bagian menikmati sejumlah obyek wisata di negara tersebut. Tiga negara itu pernah penulis kunjungi dalam waktu berbeda. Negara Australia tepatnya di Kota Adelaide pada tahun 2013. Sementara Singapura dan Malaysia dikunjungi pada 21-24 Desember 2019 lalu.
Berkunjung ke negara-negara tersebut kita harus terbiasa berjalan kaki. Terlebih Australia dan Singapura, memiliki karakter kotanya yang hampir sama. Kota yang bersih, asri, tertib, rapih dan aman. Menelusuri keindahan kota di negara tersebut, ditempuh dengan banyak jalan kaki. Kebiasaan sehari-hari warga di sana. Transportasi publik di dua negara tersebut bergerak berbasis waktu dan tempat yang sudah ditetapkan. Tak bisa naik turun kendaraan kapan pun dimana pun di sembarang tempat.
Di negara-negara tersebut, destinasi wisatanya beragam. Seperti wisata budaya, religi, alam serta kuliner dan belanja. Potensi serupa yang dimiliki Kota Cirebon. Bahkan di kota berpenduduk heterogen ini potensinya lebih banyak. Wisata budaya seperti beragam karya seni, baik lukisan kaca, pahat, tari topeng, tarling, burok, batik dan lainnya.
Wisata religi misalnya ziarah makam wali, masjid kuno, gereja tua, vihara, klenteng dan sejenisnya. Wisata alam berkunjung ke pantai Cirebon. Terakhir wisata kuliner yakni sega jamblang, docang, empal gentong dan makanan khas lainnya. Wisata belanja antara lain batik Cirebon, sirop, produk khas lokal dan berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, dan kafe-kafe. Beragam potensi itu berdampak bermunculan hotel-hotel di Kota Cirebon.
Konsep wisata jalan kaki ini tampaknya tengah dalam kajian pihak PT Pelindo II Cirebon. Pada 3 Desember 2019 lalu, BUMN ini menggelar FGD (Focus Group Discussion) dengan sejumlah pihak. Salah satunya penulis hadir mewakili Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Dalam kegiatan di ruang pertemuan kantor Pelabuhan Cirebon ini menyampaikan paparan Feasibility Study Heritage Port Berbasis Pariwisata di Pelabuhan Cirebon. Dua konsultan dari ITB dihadirkan sebagai narasumber.
Pihak Pelindo mengaku menyiapkan lahan sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Cirebon. Para wisatawan, berkunjung ke wisata budaya dan religi di Kecamatan Lemahwungkuk. Berjalan kaki mulai dari keraton dan berakhir di kawasan Pelabuhan. Di tempat ini akan disulap dengan fasilitas wisata, seperti food court, tempat bermain, live music dan standar fasilitas yang akan memanjakan pengunjung. Suhu udara Cirebon yang panas siang hari, memaksa wisata ini bisa dinikmati selepas waktu ashar hingga tengah malam.
Wisata budaya jalan kaki di Pelabuhan Cirebon bisa inspirasi dan mengadopsi konsep wisata Singa Merlion Park atau Studio Universal. Dua lokasi wisata di Singapura tersebut berada di tepi laut. Namun mampu dipoles secara apik sehingga mampu mengundang para wisatawan mancanegara. Kendati untuk sama persis hal tak mungkin dilakukan. Namun untuk cuaca panas di lokasi pelabuhan bisa diminimalisir dengan tenda atau payung raksasa seperti di Studio Universal.
Hadirnya wacana wisata budaya jalan kaki di Kota Cirebon harus disambut baik. Selain menambah destinasi wisata, juga akan merawat peninggalan sejarah Cirebon. Dalam konteks edukasi, generasi muda bisa tahu jika Cirebon bagian kota penting dalam sejarah Indonesia. Asalkan kehadiran wisata budaya pelabuhan jangan sampai menimbulkan masalah sosial baru bagi Kota Cirebon. Apalagi eksesnya bisa mempengaruhi pertumbuhan remaja kota ini. Semoga! (*)
*) penulis adalah peserta FGD Feasibility Study Heritage Port PT Pelindo II Cirebon.
Komentar