Anak Buah Megawati Sebut Novel Baswedan Diistimewakan

Ragam94 Dilihat

Jakarta, liputan.co.id – Anggota Komisi III DPR Eddy Kusuma Wijaya merasa heran melihat perlakuan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada penyidik senior Novel Baswedan. Menurut Eddy, Ada kesan, dia mendapat keistimewaan.

“Perawatan atau pengobatan atas diri Novel Baswedan di Singapura sudah terasa berlebihan dan sangat luar biasa,” kaya Eddy kepada wartawan, Minggu(8/10/2017).

Novel Baswedan lanjut dia, sudah tinggal berbulan-bulan di rumah sakit Singapura. Di negara ini dia pun bisa jalan-jalan dan melakukan kegiatan lainnya.
Novel Baswedan dibawa berobat ke rumah sakit di Singapura setelah dia disiram air keras oleh orang tak dikenal usai sholat Subuh di masjid Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa(11/4/2017).

Eddy mempertanyakan soal biaya Novel Baswedan. “Dari mana duitnya?,” kata dia, sembari menyoal prosedur dan biaya seseorang pegawai negeri berobat di luar negeri, sebab pengobatan Novel bertahap dan berperiode atau bisa berobat jalan.

Politikus PDI P yang juga anggota panitia angket KPK ini juga mempertanyakan, Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK belum pernah mempertanyakan masalah ini. Komisi III DPR maupun pemerintah terkesan lembut dan santun menghadapi KPK, sehingga lembaga anti rasuah ini menjadi anak manja khususnya Novel Baswedan.

Polri kata Eddy terkesan enggan mengusut kasus pembunuhan yang ditangani Novel dulu di Bengkulu dengan tegas sesuai koridor hukum yang berlaku. Padahal masyarakat sudah melaporkan Novel Baswedan tetapi Polri tidak seperti menghadapi dan mengungkap kasus lainnya.

“Ada tanda-tanda apa ini, apa lagi pihak kejaksaan sudah seperti orang kena struk dan lumpuh kalau sudah menghadapi KPK dan kasus Novel Baswedan,” ujar pensiunan jenderal polisi ini.

Kasus pembunuhan di Bengkulu sudah P21, sudah di tetapkan hari sidang, tapi kemudian di SP3 oleh kejaksaan tetapi di praperadilkan oleh pihak korban dan pihak korban menang. Artinya kata Eddy kasus Novel segera di sidangkan, tapi kembali jadi masalah karena sidangnya juga tak pernah muncul.

“Hal ini menimbulkan tanda tanya, ada apa di kejaksaan. Hukum macam apa di Indonesia ini, mana fungsi pengawasan DPR yang katanya pengawasan tertinggi di dalam sistem ketata negaraan kita,” imbuh Eddy.

Komentar