Kota Cirebon – Terkait dengan permasalahan adanya eksekusi terhadap SPBU yang beralamat di Jl. Perjuangan Kota Cirebon yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Cimahi pada hari Selasa (01/8/23).
Pemilik SPBU yang beralamat di Jl. Perjuangan Kota Cirebon,
Indra Purnama keberatan.Indra, melalui kuasa hukumnya, Haminudin Fariza mengatakan, sebelum Irfan Suryanagara dilaporkan, kliennya telah membeli SPBU di Majasem tersebut secara sah, sehingga merasa dirugikan atas penyegelan ini.
Pada 1 Agustus 2023, Pengadilan Negeri Cimahi kemudian melakukan penyegelan terhadap SPBU di kawasan Majasem, Kota Cirebon, karena terkait dengan kasus TPPU yang melibatkan Irfan Suryanagara.
Haminudin Fariza mengungkapkan kronologis awal saat Irfan menjual SPBU tersebut kepada Indra.
“Jauh sebelumnya, yakni pada Oktober 2021, Irfan pernah menawarkan SPBU ini ke Pertamina namun tidak ada respon. Kemudian menawarkan kepada klien kami, Indra Purnama. Kemudian, klien kami sama sekali tidak mengetahui ada pelaporan, tahu-tahu ada panggilan dari Bareskrim Polri, kemudian diperiksa terkait transaksi SPBU tersebut,” ungkapnya.
Haminudin Fariza juga menjelaskan di hadapan penyidik, kliennya telah menjelaskan secara gamblang terkait transaksi tersebut
“Klien kami membeli SPBU tersebut senilai Rp 14 miliar, dengan pembayaran tiga tahap yang dimulai pada 10 Juni 2022 sebesar Rp 300 juta menggunakan cek, 13 Juni sebesar Rp 200 juta, itu adalah untuk DP awal. Kemudian, 21 Juni ditransfer ke rekening PT Dwi Energi Karunia sebesar Rp 6,2 miliar. Terakhir, ada pembayaran ke PT Potro Tri Lestari sebesar Rp 2,2 miliar dan PT Putra Jaya Gunawan Abadi Rp 2,8 miliar, dan Rp 2 miliar ke rekening istri Irfan Suryanagara, yaitu Endang Kusumawaty. Jual beli tersebut kemudian diperkuat oleh adanya akta jual beli (AJB) dan sertifikat hak milik dan telah beralih nama dari Irfan ke Indra,” katanya.
Bicara soal TPPU,Haminudin Fariza mengatakan harus ada surat edaran dari Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa pembeli yang beritikad baik dilindungi oleh Undang-undang.
“Harusnya kan aset itu dilindungi, dikeluarkan, tidak masuk dalam putusan TPPU Irfan, sehingga otomatis tidak ada sitaan. Klien kami kan sudah diperiksa, dia sudah menjelaskan di hadapan penyidik bagaimana memperoleh SPBU tersebut. SPBU itu dibeli di atas harga pasar malah, dan dibeli dengan cara yang benar,” ungkapnya.
Atas kerugian yang diderita, menurutnya, kliennya akan melakukan upaya perdata terhadap Kejaksaan Negeri Cimahi dan juga Irfan serta istrinya.
Kemudian, kami juga melihat proses sita kemarin tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, bahwa tidak ada pemberitahuan dari pihak Kejaksaan Negeri Cimahi kepada klien kami.
“Harusnya ada peringatan dari Kejaksaan ke klien kami jauh sebelum eksekusi. Ini engga. Kejaksaan datang, ke lokasi dengan alasan mau cabut sita papan plang yang sebelumnya ada di situ, kemudian eksekusi, karyawan disuruh keluar, dan ditutup seng,” tutupnya. (JS).