Jumlah korban tewas dari ledakan bom usai konser Ariana Grande bertambah. Data terkini ada 22 orang tewas, sebagian adalah anak-anak, dan puluhan lain terluka.
Saksi mata yang berada di sekitar lokasi kejadian menggambarkan teror mengerikan yang terpampang di hadapan mereka.
Salah satunya Chris Parker. Lelaki tunawisma berusia 33 tahun itu menceritakan kisahnya sambil menangis tersedu dan gemetaran.
Dia mengambarkan bagaimana dia memeluk seorang perempuan yang sudah kehilangan nyawa akibat bom itu.
Parker berada di sekitar Manchester Arena, yang hanya berjarak beberapa mater dari lokasi ledakan. Dia memang duduk mengemis di sana.
”Saya melihat seorang gadis kecil tanpa kaki. Mereka semua bergeletakan di lantai dan saya bersama seorang perempuan yang meninggal dunia di pelukan saya,” katanya.
Dikisahkan Parker, sebelum ledakan terjadi, semua orang keluar arena konser dengan bahagia. Mereka tertawa dan berbincang-bicang.
”Namun kemudian saya mendengar ledakan yang dilanjutkan dengan kilatan cahaya dan asap. Dan, semua orang berteriak,” katanya. ”Saya terjatuh. Namun, alih-alih lari saya menuju lokasi dan mencoba menolong,” sambungnya.
Kata Parker, dia melihat orang tergeletak di lantai. Ada seorang gadis kecil tanpa kaki. ”Dia masih hidup. Saya menyelimutinya dengan t-shirt merchandise dan bertanya, mana ayah dan ibumu? Dia bilang, ayah saya bekerja, ibu saya di sana,” kata Parker dengan suara tercekat. Parker menduga ibu gadis mungil itu meninggal dunia.
Parker yang menjadi pengemis selama setahun juga membantu seorang perempuan tua yang terluka parah. Kaki perempuan itu hancur dan kepalanya berdarah-darah.
”Dia meninggal dunia dalam pelukan saya. Keluarganya sudah bersamanya,” sambungnya. Parker mengakui, dia tidak bisa berhenti menangis. ”Itu adalah konser anak-anak. Ada darah dan potongan tubuh di lantai. Suara dan baunya, saya tidak akan melupakannya.”
Kisah menyanyat hati juga diceritakan Abby Mullen, 17, dari Airdrie, North Lanarkshire. Dia berada di dalam arena ketika ledakan terjadi.
”Bom itu meledak hanya beberapa meter di depan saya. Dalam waktu singkat, kulit manusia, darah, dan semua serpihan itu menghujani kami. Ya Tuhan, saya tidak bisa berpikir. Rambut saya ada sesuatu yang saya tidak ingin melihatnya,” terang Mullen.
Ibu Mullen, Lisa Kane yang ikut menonton, mengatakan kalau sepatu hak tinggi anaknya lah yang menolong Abby. Pasalnya, sepatu itu membuatnya tidak bisa berjalan cepat sehingga ketika ledakan terjadi Abby masih belum sampai pintu keluar.
”Saya tidak tahu bagaimana saya masih hidup. Ini keajaiban. Ada seorang perempuan yang terbaring di samping saya. Saya yakin dia sudah meninggal dunia.”
Ditambahkan Kane, mereka memutuskan untuk keluar arena sebelum lagi terakhir usai. Mereka berharap bisa keluar cepat sebelum pintu keluar penuh sesak. Tetapi, sepatu Abby membuatnya tidak bisa jalan cepat.
”Dia berjalan di depan saya dan saya harus memeganginya biar tidak goyah. Dan, saat itu lah ledakan terdengar,” kata Kane.
Mereka kemudian langsung lari masuk kembali ke dalam arena. Semua orang berteriak dan berlari. ”Kami kembali ke hotel tempat menginap dan menyadari kalau tubuh kami berlumuran darah. Saat mandi Abby keluar kamar mandi dan menangis sambil berkata kalau ada sesuatu di rambutnya. Itu adalah sebagian kulit manusia. Abby sangat trauma dan menangis terus,” papar Kane. (fjr)