Mantan Pasukan Khusus Ini Akhirnya Jadi Presiden Korea Selatan

Internasional62 Dilihat

Setelah hampir dua bulan Korea Selatan (Korsel) tidak memiliki presiden terpilih, rakyat Korsel sudah menentukan pilihannya.

Moon Jae-in resmi menjadi presiden Negeri Gingseng itu. Pemimpin baru itu pun langsung diambil sumpahnya dan berjanji untuk memperbaiki perekonomian serta mengatasi buruknya hubungan dengan Korea Utara (Korut).

Tak hanya itu, Moon mengatakan siap mengunjungi Pyongyang bila waktunya tepat. Mantan pengacara hak asasi manusia dan anak pembelot Korut itu memang terkenal dengan pandangan liberalnya.

Dalam pidato inagurasinya, Moon menyebutkan akan melakukan apa pun demi membangun kedamaian di Semenanjung Korea.

“Jika dibutuhkan saya akan terbang ke Washington secepatnya. Saya juga akan terbang ke Beijing dan Tokyo. Bahkan ke Pyongyang bila waktunya tepat,” ulasnya.

Belakangan ini situasi di Semenanjung Korea memang memanas. Saling serang komentar pedas antara AS, Beijing, Tokyo, dan Korut, plus pamer kekuatan militer menjadi pemicunya.

Kemenangan Moon tidak lepas dari keengganan penduduk Korsel untuk berurusan dengan Partai Liberal Korea yang menjadi penguasa.

Sebab, terlalu banyak skandal yang membelitnya. Salah satunya, skandal mantan Presiden Park Geun-hye.

Karena itu, dalam pemilu presiden (pilpres) kemarin (9/5), mereka mengarahkan dukungannya untuk kandidat dari Partai Demokrat yang selama ini menjadi oposisi, yakni Moon Jae-in.

Berdasar hasil hitung cepat, politikus 54 tahun tersebut memimpin dengan perolehan suara 41,4 persen.

Di bawah Moon ada Hong Jun-pyo dari Partai Liberal Korea (dulu bernama saenuri) dengan 23,3 persen suara. Selanjutnya, ada Ahn Cheol-soo dari Partai Rakyat yang memperoleh 21,8 persen.

Ada 13 kandidat yang bertarung dalam pilpres kali ini. Tingkat kehadiran penduduk mencapai 77,2 persen, tertinggi selama pemilu 20 tahun belakangan ini.

Alumnus Kyung Hee University tersebut berjanji melakukan reformasi dan mempersatukan penduduk.

Suami Kim Jeong-suk tersebut pernah mencalonkan diri pada pilpres 2012. Saat itu dia hanya kalah tipis dari Park.

Moon mendapatkan 48 persen suara, sedangkan Park 51,6 persen. Baik dalam pilpres sebelumnya maupun saat ini, Moon dianggap sebagai kandidat yang bersih karena tidak pernah terlibat skandal. Sejak remaja, dia adalah seorang aktivis.

Pada 1970-an saat masih menjadi mahasiswa, dia pernah dipenjara gara-gara ikut aksi menentang kepemimpinan Presiden Park Chung-hee yang merupakan ayah Park Geun-hye.

Moon pernah mencicipi menjadi pasukan khusus Korsel sebelum akhirnya berprofesi sebagai pengacara yang membela HAM.

Kebijakan-kebijakan Moon berbanding terbalik dengan Park. Dia tidak anti-Korut seperti presiden perempuan pertama Korsel tersebut.

Moon adalah pendukung utama dari Sunshine Policy. Itu adalah kebijakan pada 1998–2009 untuk memperbaiki hubungan antara Korsel dan Korut.

Kebijakan tersebut membuat mantan Presiden Korsel Kim Dae-jung mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian.

Di lain pihak, Moon memang memiliki kedekatan dengan Pyongyang. Ayahnya yang bernama Moon Yong-hyung adalah pengungsi dari Provinsi South Hamgyong, Korut.

Selama ini Moon terkenal tidak terlalu dekat dengan Amerika Serikat (AS). Dia juga menentang sistem antimisil terminal high altitude area defence (THAAD).

Anak pertama di antara lima bersaudara itu berencana menambah anggaran untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi kaum muda.

Di Korsel, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat ketat. Janji lapangan kerja tersebut membuat kaum muda memilih Moon.

Namun, tentu saja untuk meloloskan kebijakan-kebijakan barunya itu sedikit susah. Sebab, partainya hanya memiliki 40 persen dari 299 kursi di perlemen.

“Moon harus bekerja sama dengan partai-partai liberal dan sentris karena Partai Demokrat tidak memiliki suara mayoritas di parlemen,” ujar Kepala Korea Academy of Politics and Leadership Kim Man-heum.